hidup sekali hiduplah yang berarti,event the best can be improved, the best never last

Kamis, 13 Mei 2010

ARAD (Small Bottom Trawl)

Pengertian Arad
Trawl adalah suatu alat tangkap yang dibuat dari rajutan benang, berbentuk kantong, silinder atau bentuk kerucut. Alat tangkap ini dapat diperpanjang dengan sayap (Mulyono, 1986).
Kata trawl sendiri berasal dari bahasa Perancis troler dan dalam bahasa Inggris berasal dari  kata trailing mempunyai arti yang bersamaan, dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia dengan kata tarik ataupun mengelilingi seraya menarik (Ayodhyoa, 1981).
Jaring trawl (trawl net) di sini adalah suatu jaring kantong yang ditarik di belakang kapal (kapal dalam keadaan berjalan) menelusuri permukaan dasar perairan untuk menangkap ikan, udang dan jenis ikan demersal lainnya. Jaring ini juga ada yang menyebut sebagai jaring tarik dasar (BPPP, 1991).
Otter trawl adalah trawl dasar yang bagian mulutnya tidak kaku Mulut jaring membuka karena adanya papan otter (otter board) yang dipasang pada bagian ujung depan kaki (wing) trawl tersebut. Pada otter board ini dirakit dengan rantai atau besi yang bentuk ikatan dan susunannya seperti tali guci pada layang-layang. Tali guci ini dihubungkan dengan tali penarik (towing warp) ke kapal, sedangkan pada pangkal otter board dihubungkan dengan bagian ujung kaki trawl. Sehingga pada saat trawl itu ditarik, maka otter board akan mendapat tahanan air dan akibatnya masing-masing otter board itu akan menyibak ke kanan dan ke kiri, sedangkan pinggiran mulut atas diikatkan pengapung-pengapung, sehingga diharapkan mulut jaring dapat terbuka secara baik (Mulyono, 1986).







Gambar 2.1. Otter Board
Menurut Waluyo (1986), pembuatan otter board (mengenai ukuran besar dan beratnya) diimbangkan dengan kekuatan mesin kapalnya (HP) dan dipertimbangkan pula mengenai perbandingan antara ukuran bagian lebar dan bagian panjangnya, biasanya mendekati 2:1.
Menurut Subani, Waluyo dan H.R. Barus (1989), jaring trawl (trawl net) adalah suatu jaring kantong yang ditarik di belakang kapal, dimana kapal dalam keadaan berjalan menelusuri permukaan dasar perairan untuk menangkap ikan, udang, dan jenis ikan demersal lainnya. Jaring ini biasanya disebut juga sebagai jaring tarik dasar. Semua jaring trawl yang dilengkapi dengan papan trawl tergolong otter trawl.
Menurut Subani, Waluyo dan H.R. Barus (1989), jaring arad adalah pukat kantong yang secara garis besar terdiri dari bagian kantong (bag), badan atau perut (body or belly)  , dan sayap (wing). Sedangkan menurut Balai Penelitian dan Pengembangan Pertanian (1991), jaring arad adalah jaring yang ditarik sepanjang dasar perairan dengan menggunakan perahu sehingga sangat efektif untuk menangkap ikan demersal, rajungan, dan udang. 
Menurut Naryo Sadhori (1985), jaring arad adalah jaring yang terdiri bagian-bagian kantong, sayap dan mulut, dan dilengkapi dengan kayu (danleno) pada sayap tegak dan sebuah palang (beam) mendatar untuk membuat mulut jaring terbuka bila ditarik sepanjang dasar perairan. Namun, akhir-akhir ini nama arad juga berkembang sejalan dengan perkembangan sejenis jaring pukat yang pengoperasiannya ditarik (pukat tarik) dengan menggunakan perahu atau kapal di dasar perairan.
Menurut Mulyono (1986), arad adalah suatu alat tangkap yang termasuk ke dalam jenis Beach Seine. Mengenai bentuk umum dari jaring arad yaitu terdiri dari sepasang sayap atau kaki yang berukuran panjang kurang lebih 20-30 meter, lebar bagian terujung adalah 1 meter.
Jaring arad merupakan salah satu alat tangkap yang termasuk di dalam klasifikasi jaring trawl, karena ukurannya kecil dan bekerjanya di dasar perairan sama seperti trawl-trawl yang lain sehingga disebut small bottom trawl. Pengoperasian jaring arad ini dikhususkan untuk menangkap ikan demersal, karena adanya sistem membuka dan menutupnya mulut jaring karena adanya papan otter (otter board) yang dipasang pada bagian depan ujung sayap (wing), otter trawl ini merupakan trawl dasar yang bagian mulutnya tidak kaku karena tidak di pasang beam (Ayodhyoa, 1981).
Menurut Ayodhyoa (1981), jaring arad umumnya terdiri dari kantong (cod end) yang berbentuk empat persegi ataupun kerucut, dua lembar sayap (wing), dihubungkan dengan tali penarik (warp), jaring ini ditarik horizontal di dalam air, karena mendapat tahanan dari air mulut jaring terbuka. Keadaan ini diusahakan tetap terpelihara selama operasi dilakukan. Ke dalam mulut jaring dibatasi oleh head rope dan ground rope ini diharapkan agar ikan-ikan dan makhluk lain yang menjadi tujuan penangkapan dapat masuk bersama air yang tersaring.

Senin, 10 Mei 2010

KOMODITAS UNGGULAN DAN PELUANG USAHA (BUDIDAYA IKAN KERAPU) DENGAN SISTEM KJA (KARAMBA JARING APUNG) oleh fatich ubaidillah

PENDAHULUAN
LATAR BELAKANG

Sebagai negara kepulauan (juga dikenal sebagai negara maritim), Indonesia memiliki perairan yang sangat luas, dimana 75% dari luas negara Indonesia berupa perairan laut dengan panjang pantai mencapai 81.000 Km, dan Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) seluas 5.800.000 Km2. Dengan demikian jika dibandingkan dengan negara-negara lain, maka luas perairan Indonesia merupakan terbesar kedua setelah Amerika Serikat.
Dengan luas perairan tersebut, menurut data Ditjen Perikanan, potensi lestari produksi perikanan Indonesia mencapai 6,7 juta ton ikan per tahun. Namun produksi perikanan secara nasional realisasinya rata-rata sebesar 45% saja, atau sekitar 3 juta ton per tahun. Rendahnya produksi ini pada akhirnya menyebabkan kontribusi sub-sektor perikanan pada perolehan devisa ekspor nasional juga menjadi relatif rendah, yaitu sekitar 7,6%. Oleh sebab itu harus ada upaya-upaya untuk meningkatkan pemanfaatan sumber daya perairan Nusantara, yang berorientasi ekor untuk meningkatkan devisa negara, disamping untuk memenuhi peningkatan kebutuhan gizi masyarakat pada umumnya. Upaya-upaya itu antara lain melalui pengembangan agribisnis perikanan dan membangun industri perikanan yang berdampak luas terhadap pengembangan ekonomi di daerah sekitarnya.
Upaya memanfaatkan sumber daya perikanan Nusantara secara optimal ternyata masih menghadapi berbagai kendala, seperti masalah pendanaan (permodalan); teknologi penangkapan; budidaya (teknologi dan keterampilan); teknologi pengolahan; serta penyediaan armada kapal penangkapan ikan. Masalah lain yang diidentifikasi menghambat laju pertumbuhan produksi perikanan nasional adalah, masalah perizinan yang kurang efisien; pelayanan pelabuhan dan TPI (Tempat Pelelangan Ikan) yang dianggap mengakibatkan biaya tinggi; kurang terpadunya rencana tata ruang di wilayah laut dan pantai; masalah pencurian ikan; dan sebagainya.
Keterbatasan sarana dan prasarana penangkapan, khususnya kemampuan armada penangkapan ikan (yang sebagian besar masih menggunakan perahu tanpa motor atau dengan motor-motor kecil) sehingga wilayah operasional penangkapan ikan terbatas sekitar pantai. Oleh sebab itu, di beberapa daerah banyak mengalami padat tangkap namun areal penangkapan terbatas, sedangkan di areal lepas pantai (belum termasuk ZEE) kapasitas penangkapan masih terlalu longgar, sehingga produksi perikanan menjadi rendah. Sebagai contoh adalah Kawasan Timur Indonesia (KTI) yang memiliki perairan sangat luas namun hanya memberikan kontribusi sekitar 27,5% terhadap produksi perikanan nasional, sebaliknya di Jawa dan Sumatra yang perairannya relatif kecil namun mampu memberikan kontribusi sebesar 28,5% (Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian). Pengembangan budidaya ikan kerapu (Groupe/Trout) dengan karamba jaring apung (Kajapung) menjadi alternatif untuk mengatasi kendala peningkatan produksi perikanan laut. Yang paling penting dengan pengembangan usaha ini adalah, bahwa harga jual produksi dari tahun ke tahun semakin baik dan sangat prospektif. Selain itu dengan teknologi budidaya karamba ini, produksi ikan dapat dipasarkan dalam keadaan hidup, dimana untuk pasaran ekspor ikan hidup nilainya lebih mahal hingga mencapai 10 kali lipat dari pada ekspor ikan fresh. Ditinjau dari sisi pemasaran, peluang pengembangan usaha agribisnis perikanan masih sangat terbuka, oleh karena laju pertumbuhan produksi perikanan dunia yang masih didominasi oleh perikanan laut dan telah menunjukkan trend yang baik, terutama dengan semakin meningkatnya konsumsi dunia sejalan dengan bertambahnya penduduk dunia serta peningkatan pendapatan. Sementara itu produksi perikanan dari negara-negara maju mengalami penurunan, sehingga kian membuka peluang bagi kelompok negara-negara berkembang terutama Indonesia untuk meningkatkan produksi.
Pertimbangan lain adalah, bahwa usaha karamba jaring apung ini dapat dikembangkan hampir di sebagian besar wilayah pantai di tanah air, asalkan memenuhi persyaratan teknis seperti keadaan gelombang dan angin yang tidak terlalu keras, bebas polusi, serta aspek teknis lainnya. Dan yang terakhir, usaha budidaya ikan kerapu relatif lebih mudah dari pada nudidaya udang tambak, sehingga dari segi kemampuan dan keterampilan SDM pada umumnya tidak menjadi masalah, apalagi di beberapa daerah para nelayan telah berinisiatif merintis usaha semacam ini secara tradisional, yaitu pembesaran ikan kerapu dengan karamba jaring apung yang bibitnya berupa ikan tangkapan.

Spesies Ikan
Dalam pergaulan internasional kerapu dikenal dengan nama grouper atau trout, mempunyai sekitar 46 spesies yang tersebar di berbagai jenis habitat. Dari semua spesies tersebut, bisa dikelompokkan ke dalam 7 genus meskipun hanya 3 genus yang sudah dibudidayakan dan menjadi jenis komersial yaitu genus Chromileptes, Plectropomus, dan Epinephelus.
Spesies kerapu komersial Chromileptes altivelis termasuk jenis Serranidae, ordo Perciformes. Jenis kerapu ini disebut juga polka dot grouper atau hump backed rocked atau dalam bahasa lokal sering disebut ikan Kerapu Bebek. Ciri-ciri tubuh adalah berwarna dasar abu-abu dengan bintik hitam. Daerah habitatnya meliputi Kep. Seribu, Kep. Riau, Bangka, Lampung dan kawasan perairan terumbu karang. Kerapu Sunuk (coral trout) sering ditemukan hidup di perairan berkarang. Warna tubuh merah atau kecoklatan sehingga disebut juga kerapu merah, yang warnanya bisa berubah apabila dalam kondisi stres. Mempunyai bintik-bintik biru bertepi warna lebih gelap. Daerah habitat tersebar di perairan Kep. Karimanjawa, Kep. Seribu, Lampung Selatan, Kep. Riau, Bangka Selatan, dan perairan terumbu karang. Kerapu Lumpur atau estuary grouper (Epinephelus spp) mempunyai warna dasar hitam berbintik-bintik sehingga disebut juga kerapu hitam. Spesies ini paling banyak dibudidayakan karena laju pertumbuhannya yang cepat dan benih relatif lebih banyak ditemukan. Daerah habitat banyak ditemukan di Teluk Banten, Segara Anakan, Kep. Seribu, Lampung, dan daerah muara sungai.

Tidak semua wilayah pantai cocok untuk budi daya kerapu, oleh karena itu penentuan lokasi harus memperhitungkan beberapa faktor penting antara  lain :
a. Terlindung dari gelombang besar dan badai, sebab ikan mudah menjadi stres dan menurunkan selera makan apabila terus menerus dihantam gelombang,
b. Terlindung dari ancaman predator yaitu hewan buas laut (ikan butal dan ikan besar  lainnya) dan burung laut,
c. Terlindung dari ancaman pencemaran buangan limbah industri, limbah pertanian dan limbah rumah tangga,
d. Terlindung dari hilir mudik lalu lintas kapal karena selain akan menimbulkan riak-riak gelombang juga buangan kapal (minyak solar dll) akan mencemari area pemeliharaan.
Penentuan kelayakan lokasi untuk pemeliharaan ikan kerapu dengan sistem karamba jaring apung menggunakan tabel bobot angka berdasarkan pengamatan atas parameter-parameter kunci. Lokasi dinyatakan baik apabila nilai 80 - 100, layak untuk kisaran 70 - 79, masih layak asalkan parameter yang tidak memenuhi syarat diperbaiki dengan pendekatan teknologi, dan kategori terakhir bernilai lebih kecil 60 untuk tidak dapat dipertimbangkan.

Aspek Pemeliharaan
Balai Penelitian masih kesulitan untuk menghasilkan benih kerapu dalam pemeliharaan buatan, sehingga menjadi kendala dalam pengembangan budidaya kerapu dalam hal penyediaan benih. Sarana penangkapan benih bisa menggunakan alat pancing (di daerah persembunyian ikan kerapu di rumpon ikan bekas kapal tenggelam dll), jaring angkat yang diikat di antara 2 perahu (rakit) atau ditancapkan ke dasar perairan, sero (perangkap pagar bambu untuk penggunaan di perairan pasang surut), bubu (semacam keranjang dari bambu atau anyaman kawat yang ditempatkan di dasar perairan), jaring kantong, dan jaring dorong. Dari lokasi penampungan benih ke tempat budidaya kerapu, diangkut dalam kantong plastik berkapasitas 20 l yang diisikan 3 l air laut untuk 20 ekor benih dengan berat rata-rata 25 gram. Suhu dalam kantong diusahakan 17 - 20 oC dn lama pengangkutan 1 - 2 hari. Pengangkutan jarak jauh (antar pulau) menggunakan sistem transportasi yang lebih aman.

Pakan ikan kerapu untuk tahapan pembesaran berupa ikan rucah (ikan non ekonomis) yaitu antara lain ikan tembang, selar, dan rebon. Ikan rucah dipotong-potong untuk menyesuaikan dengan mulut ikan. Selama masa pendederan diberikan pakan sebanyak 2 - 3 kali sehari sampai ikan terlihat kenyang.  Memasuki tahap pembesaran, pakan ikan rucah diberikan per hari sebesar 15 % dari total biomass ikan kerapu berukuran 20 - 50 g. Seterusnya jumlah pakan diturunkan seiring dengan pertumbuhan ikan. Jumlah pakan dapat diturunkan menjadi 10 % dari biomass untuk ikan seberat 100 g. waktu pemberian pakan yang terbaik adalah sesaat setelah matahari terbit atau sesaat sebelum matahari terbenam.

Berat pasar untuk ikan kerapu adalah sekitar 500 gram yang cukup berbeda menurut spesies (ikan kerapu lumpur mempunyai ukuran konsumsi antara 400 - 1200 g, sementara kerapu bebek antara 500 - 2000 g). Laju pertumbuhan harian berbeda menurut spesies dan berat tubuh. Kerapu berbobot awal 50 - 100 g akan bertumbuh 2 - 3 % per hari sedangkan berat 200 - 300 g tumbuh 0,7 - 1,5 % per hari. Dibutuhkan waktu pemeliharaan selama 5 bulan untuk mencapai berat komersial 500 g (dari bobot awal 100 g). Ikan kerapu lumpur diberi pakan ikan rucah mempunyai nilai koversi pakan 5 - 8, sedangkan kerapu sunuk 8 - 12.
Perawatan Karamba
Karamba untuk pembesaran ikan harus dipelihara dengan baik agar terhindar dari kerusakan sebelum habis masa operasinya. Perawatan karamba harus dilakukan selama pemeliharaan ikan dan setelah panen ikan. Perawatan karamba selama pemeliharaan terutama membersihkan sampah pada dinding karamba. Dinding karamba bagian luar harus selalu dibersihkan dari lumut-lumut yang menempel dan kebocoran-kebocoran pada dinding dan lantai karamba harus diperbaiki.
Perawatan karamba setelah panen dilakukan dengan cara membersihkan dinding karamba bagian luar dan dalam dari segala kotoran yang menempel seperti lumut dan lumpur. Bagian karamba yang msak diperbaiki. Pelampung yang bocor atau rusak ditambal atau diganti dengan pelampung yang baru.

A.    Proses Budidaya

Budidaya ikan kerapu dapat dilakukan dengan menggunakan bak semen atau pun dengan menggunakan Keramba Jaring Apung (KJA). Untuk keperluan studi ini, dipilih budidaya dengan menggunakan KJA.
Budidaya ikan kerapu dalam KJA akan berhasil dengan baik (tumbuh cepat dan kelangsungan hidup tinggi) apabila pemilihan jenis ikan yang dibudidayakan,ukuran benih yang ditebar dan kepadatan tebaran sesuai.



Pemilihan Benih
Kriteria benih kerapu yang baik, adalah : ukurannya seragam, bebas penyakit, gerakan berenang tenang serta tidak membuat gerakan yang tidak beraturan atau gelisah tetapi akan bergerak aktif bila ditangkap, respon terhadap pakan baik, warna sisik cerah, mata terang, sisik dan sirip lengkap serta tidak cacat tubuh.
Penebaran Benih
Proses penebaran benih sangat berpengaruh terhadap kelangsungan hidup benih. Sebelum ditebarkan, perlu diadaptasikan terlebih dahulu pada kondisi lingkungan budidaya. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam adaptasi ini, adalah : (a) waktu penebaran (sebaikanya pagi atau sore hari, atau saat cuaca teduh), (b) sifat kanibalisme yang cenderung meningkat pada kepadatan yang tinggi, dan (c) aklimatisasi, terutama suhu dan salinitas. Penebaran benih dilakukan setelah air dibiarkan menggenang di kolam selama beberapa hari. Kedalaman air sebaiknya 50 - 80 cm. Benih yang ditebar berukuran 2-3 gram dengan kepadatan 60 - 100 ekor/m2.

Pendederan
Benih ikan kerapu ukuran panjang 4 – 5 cm dari hasil tangkapan maupun dari hasil pembenihan, didederkan terlebih dahulu dalam jaring nylon berukuran 1,5x3x3 m dengan kepadatan ± 500 ekor. Sebulan kemudian, dilakuan grading (pemilahan ukuran) dan pergantian jaring. Ukuran jaringnya tetap, hanya kepadatannya 250 ekor per jaring sampai mencapai ukuran glondongan (20 – 25 cm atau 100 gram). Setelah itu dipindahkan ke jaring besar ukuran 3x3x3 m dengan kepadatan optimum 500 ekor untuk kemudian dipindahkan ke dalam keramba pembesaran sampai mencapai ukuran
konsumsi (500 gram).

Pakan dan Pemberiannya
Biaya pakan merupakan biaya operasional terbesar dalam budidaya ikan
kerapu dalam KJA. Oleh karena itu, pemilihan jenis pakan harus benar-benar tepat dengan mempertimbangkan kualitas nutrisi, selera ikan dan harganya. Pemberian pakan diusahakan untuk ditebar seluas mungkin, sehingga setiap ikan memperoleh kesempatan yang sama untuk mendapatkan pakan. Pada tahap pendederan, pakan diberikan secara ad libitum (sampai kenyang).

Sedangkan untuk pembesaran adalah 8-10% dari total berat badan per hari. Pemberian pakan sebaiknya pada pagi dan sore hari. Pakan alami dari ikan kerapu adalah ikan rucah (potongan ikan) dari jenis ikan tanjan, tembang, dan lemuru. Benih kerapu yang baru ditebardapat diberi pakan pelet komersial. Untuk jumlah 1000 ekor ikan dapat diberikan 100 gram pelet per hari. Setelah ± 3-4hari, pelet dapat dicampur dengan ikan rucah.

Hama dan Penyakit
Jenis hama yang potensial mengganggu usaha budidaya ikan kerapu dalam KJA adalah ikan buntal, burung, dan penyu. Sedang, jenis penyakit infeksi yang sering menyerang ikan kerapu adalah : (a) penyakit akibat serangan parasit, seperti : parasit crustacea dan flatworm, (b) penyakit akibatprotozoa, seperti : cryptocariniasis dan broollynelliasis, (c) penyakit akibatjamur (fungi), seperti : saprolegniasis dan ichthyosporidosis, (d) penyakit akibat serangan bakteri, (e) penyakit akibat serangan virus, yaitu VNN (Viral Neorotic Nerveus).
Panen dan Penanganan Pasca Panen
Beberapa hal yang perlu diperhatikan udanntuk menjaga kualitas ikan kerapu yang dibudidayakan dengan KJA, antara lain : penentuan waktu panen, peralatan panen, teknik panen, serta penanganan pasca panen. Watu panen, biasanya ditentukan oleh ukuran permintaan pasar. Ukuran super biasanya berukuran 500 – 1000 gram dan merupakan ukuran yangmempunyai nilai jual tinggi. Panen sebaiknya dilakukan pada padi atau sore hari sehingga dapat mengurangi stress ikan pada saat panen. Peralatan yang digunakan pada saat panen, berupa : scoop, kerancang,
timbangan, alat tulis, perahu, bak pengangkut dan peralatan aerasi.
Teknik pemanenan yang dilakukan pada usaha budidaya ikan kerapu dalam KJA dengan metoda panen selektif dan panen total. Panen selektif adalah pemanenan terhadap ikan yang sudah mencapai ukuran tertentu sesuai keinginan pasar terutama pada saat harga tinggi. Sedang panen total adalah pemanenan secara keseluruhan yang biasanya dilakukan bila permintaan pasar sangat besar atau ukuran ikan seluruhnya sudah memenuhi kriteria jual.
 Penanganan pasca panen yang utama adalah masalah pengangkutan sampai di tempat tujuan. Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar kesegaran ikan tetap dalam kondisi baik. Ini dilakukan dengan dua cara yaitu pengangkutan terbuka dan pengangkutan tertutup. Pengangkutan terbuka digunakan untuk jarak angkut dekat atau dengan jalan darat yang waktu angkutnya maksimal hanya 7 jam. Wadah angkutnya berupa drum plastik atau fiberglass yang sudah diisi air laut sebanyak ½ sampai 2/3 bagian wadah sesuai jumlah ikan. Suhu laut diusahakan tetap konstan selama perjalananyaitu 19-210C. Selama pengangkutan air perlu diberi aerasi. Kepadatan ikan
sekitar 50kg/wadah.
 Cara pengangkutan yang umum digunakan adalah dengan pengangkutan tertutup dan umumnya untuk pengangkutan dengan pesawat udara. Untuk itu, 1 kemasan untuk 1 ekor ikan dengan berat rata-rata 500 gram.

KRITERIA KEUNGGULAN
Terdapat beberapa kriteria yang digunakan untuk menentukan apakah suatu komoditas tergolong unggul atau tidak bagi suatu wilayah. Kriteria-kriteria tersebut, adalah (Alkadri, dkk. 2001 dalam Daryanto, 2003) : (1) harus mampu menjadi penggerak utama (prime mover) pembangunan perekonomian, (2) mempunyai keterkaitan ke depan dan ke belakang kuat baik sesama komoditas unggulan maupun komoditas lainnya, (3) mampu bersaing dengan produk/komoditas sejenis dari wilayah lain di pasar nasional maupun internasional baik dalam hal harga produk, biaya produksi, maupun kualitas pelayanan, (4) memiliki keterkaitan dengan wilayah lain baik dalam hal pasar maupun pasokan bahan baku, (5) memiliki status teknologi yang terus meningkat, (6) mampu menyerap tenaga kerja berkualitas secara optimal sesuai dengan skala produksinya, (7) dapat bertahan dalam jangka panjang tertentu, (8). tidak rentan terhadap gejolak eksternal dan internal, (9) pengembangannya harus mendapatkan berbagai bentuk dukungan (keamanan, sosial, budaya, informasi dan peluang pasar, kelembagaan, fasilitas insentif/ disinsentif, dan lainnya, dan (10) pengembangannya berorientasi pada kelestarian sumberdaya dan lingkungan.
Sesuai dengan kriteria-kriteria di atas dan terkait dengan jenis komoditas yang dikaji, maka untuk menentukan apakah usaha budidaya ikan kerapu ini unggul atau tidak, kriteria-kriteria yang digunakan adalah : tingkat produksi, permintaan/peluang pasar (lokal, antarpulau,ekspor), prasarana dan sarana penunjang, keterkaitan ke depan dan ke belakang, skala pengembangan, dukungan dan peran dalam kebijakan regional maupun nasional, penyerapan tenaga kerja, dan ketersediaan tenaga kerja. Ada beberapa cara atau teknik kuantifikasi untuk mengidentifikasi suatu komoditas dikatakan sebagai komoditas unggulan, di antaranya dengan menghitung besarnya indeks forward dan backward linkages. Cara lainnya, adalah penentuan komoditas unggulan didasarkan pada kriteria tertentu, kemudian terhadap kriteria-kriteria yang ada diberi skor (scoring). Cara terakhir inilah yang digunakan dalam kajian ini. Hal ini sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Daryanto (2003) bahwa cara scoring ini lebih bermanfaat mengingat keterbatasan ketersediaan data pada skala wilayah yang dirinci menurut sektor, meskipun cara scoring ini mempunyai kelemahan dalam hal tingkat subyektivitas dalam pemberian skor.


Daftar pustaka :

1.      Pramu Sunyoto. Pembesaran Kerapu dengan Karamba Jaring Apung.        
 Penebar Swadaya. 2000.
2. Peluang Budidaya Kerapu di Pacitan. Bisnis Indonesia. aac.  9 May 2000.
3. BPS-KPKM Budidaya Kerapu. Bisnis Indonesia. esa. 3 April 2001


PROSES PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL oleh fatich ubaidillah

Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil meliputi kegiatan perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian terhadap interaksi manusia dalam memanfaatkan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta proses alamiah secara berkelanjutan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan Masyarakat dan menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
a. pengalokasian ruang dalam Kawasan Pemanfaatan Umum, Kawasan Konservasi, Kawasan Strategis Nasional Tertentu, dan alur laut;
b. keterkaitan antara Ekosistem darat dan Ekosistem laut dalam suatu Bioekoregion;
c. penetapan pemanfaatan ruang laut; dan
d. penetapan prioritas Kawasan laut untuk tujuan konservasi, sosial budaya, ekonomi, transportasi laut, industry strategis, serta pertahanan dan keamanan.
PENDIDIKAN, PELATIHAN, DAN PENYULUHAN
Pemerintah menyelenggarakan pendidikan, pelatihan, dan penyuluhan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil untuk meningkatkan pengembangan sumber daya manusia di bidang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil, sesuai dengan peraturan perundangundangan.
KETENTUAN PIDANA
 (1) Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah) setiap Orang yang dengan sengaja:
a. melakukan kegiatan menambang terumbu karang, mengambil terumbu karang di Kawasan konservasi, menggunakan bahan peledak dan bahan beracun, dan/atau cara lain yang mengakibatkan rusaknya ekosistem terumbu .
b. menggunakan cara dan metode yang merusak Ekosistem mangrove, melakukan konversi Ekosistem mangrove, menebang mangrove untuk kegiatan industri dan permukiman, dan/atau kegiatan lain.
c. menggunakan cara dan metode yang merusak padang lamun.
d. melakukan penambangan pasir.
e. melakukan penambangan minyak dan gas.
f. melakukan penambangan mineral.
g. melakukan pembangunan fisik yang menimbulkan kerusakan.
h. tidak melaksanakan mitigasi bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
pengawasan dan pengendalian, dengan uraian sebagai berikut :
a. Perencanaan
Perencanaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dibagi ke dalam empat tahapan: (i) rencana strategis; (ii) rencana zonasi; (iii) rencana pengelolaan; dan (iv) rencana aksi.
b. Pengelolaan
c. Pengawasan dan Pengendalian
II. PASAL DEMI PASAL
Ruang lingkup pengaturan dalam Undang-Undang ini meliputi Wilayah Pesisir, yakni ruang lautan yang masih dipengaruhi oleh kegiatan di daratan dan ruang daratan yang masih terasa pengaruh lautnya, serta Pulau-Pulau Kecil dan perairan sekitarnya yang merupakan satu kesatuan dan mempunyai potensi cukup besar yang pemanfaatannya berbasis sumber daya, lingkungan, dan masyarakat. Asas keterpaduan dikembangkan dengan:
1. mengintegrasikan kebijakan dengan perencanaan berbagai sektor pemerintahan secara horizontal dan secara vertical antara pemerintah dan pemerintah daerah;dan
2. mengintegrasikan ekosistem darat dengan ekosistem laut berdasarkan masukan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi untuk membantu proses pengambilan putusan dalam Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Dua faktor yang mempengaruhi keberlanjutan sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil ialah:
a. interaksi manusia dalam memanfaatkan sumber daya dan jasajasa lingkungan, baik secara langsung maupun tidak langsung, seperti pembangunan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, perikanan destruktif, reklamasi pantai, pemanfaatan mangrove dan pariwisata bahari;dan
b. proses-proses alamiah seperti abrasi, sedimentasi, ombak, gelombang laut, arus, angin, salinitas, pasang surut, gempa tektonik, dan tsunami. Kepentingan pusat dan daerah merupakan keterpaduan dalam bidang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil seperti pertahanan negara, wilayah perbatasan negara, kawasan konservasi, alur pelayaran internasional, Kawasan migrasi ikan dan kawasan perjanjian internasional di bidang kelautan dan perikanan. Kawasan Konservasi dengan fungsi utama melindungi kelestarian sumberdaya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang setara dengan kawasan lindung dalam Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang. Alur laut merupakan perairan yang dimanfaatkan, antara lain, untuk alur pelayaran, pipa/kabel bawah laut, dan migrasi biota laut. Pemanfaatan ruang laut antara lain untuk kegiatan pelabuhan, penangkapan ikan, budidaya, pariwisata, industri, dan permukiman. Penggunaan sumber daya yang diizinkan merupakan penggunaan sumber daya yang tidak merusak ekosistem Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil. Penggunaan sumber daya yang dilarang adalah penggunaann sumber daya yang berpotensi merusak Ekosistem Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
 Karakteristik Wilayah Pesisir merupakan daerah yang memiliki produktivitas hayati dan intensitas pembangunan yang tinggi serta memiliki perubahan sifat ekologi yang dinamis. Pulau-Pulau Kecil merupakan pengertian yang terintegrasi satu dengan yang lainnya, baik secara fisik, ekologis, sosial, budaya, maupun ekonomi dengan karakteristik sebagai berikut :
a. terpisah dari pulau besar;
b. sangat rentan terhadap perubahan yang disebabkan alam dan/atau disebabkan manusia;
c. memiliki keterbatasan daya dukung pulau;
d. apabila berpenghuni, penduduknya mempunyai kondisi sosial dan budaya yang khas;
e. ketergantungan ekonomi lokal pada perkembangan ekonomi luar pulau, baik pulau induk maupun kontinen.
Pendaftaran HP-3 merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus-menerus, berkesinambungan, dan teratur yang meliputi pengukuran, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar mengenai bidang-bidang perairan, termasuk pemberian sertifikat HP-3. Suaka perikanan merupakan kawasan perairan tertentu baik air payau maupun air laut dengan kondisi dan ciri tertentu sebagai tempat berlindung atau berkembang biak jenis sumber daya ikan tertentu, yang berfungsi sebagai daerah perlindungan. Alur pelayaran merupakan bagian dari perairan baik alami maupun buatan yang dari segi kedalaman, lebar, dan hambatan pelayaran lainnya dianggap aman untuk dilayari.
 Kawasan pelabuhan meliputi daera lingkungan kerja dan daerah lingkungan kepentingan pelabuhan. Pantai umum merupakan bagian dari kawasan pemanfaatan umum yang telah dipergunakan masyarakat antara lain untuk kepentingan kegiatan sosial, budaya, rekreasi pariwisata, olah raga, dan ekonomi. Kawasan yang dilindungi merupakan kawasan yang harus tetap  dipertahankan keberadaannya dari kerusakan lingkungan, baik yang diakibatkan oleh tindakan manusia maupun yang diakibatkan oleh alam untuk menjaga keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Menjaga kelestarian ekosistem pesisir meliputi upaya untuk melindungi gumuk pasir, estuari, lagoon, teluk, delta, mangrove, terumbu karang, dan padang lamun. Zona inti merupakan bagian dari Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang dilindungi, yang ditujukan untuk perlindungan habitat dan populasi Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta pemanfaatannya hanya terbatas untuk penelitian. Zona pemanfaatan terbatas merupakan bagian dari zona konservasi Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang pemanfaatannya hanya boleh dilakukan untuk budidaya pesisir, ekowisata, dan perikanan tradisional. Pengayaan sumber daya hayati dilakukan terhadap jenisjenis ikan yang telah mengalami penurunan populasi. Reklamasi di wilayah pesisir hanya boleh dilakukan apabila manfaat sosial dan ekonomi yang diperoleh lebih besar daripada biaya sosial dan biaya ekonominya.
Kegiatan pengawasan dan pengendalian dilakukan untuk:
a. mengetahui adanya penyimpangan pelaksanaan dari rencana strategis, rencana zonasi, rencana pengelolaan, serta bagaimana implikasi penyimpangan tersebut terhadap perubahan kualitas ekosistem pesisir;
b. mendorong agar pemanfaatan sumber daya di wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil sesuai dengan rencana pengelolaan wilayah pesisirnya; serta
c. menegakkan hukum yang dilaksanakan dengan memberikan sanksi terhadap pelanggar yang berupa sanksi administrasi, sanksi perdata, dan/atau sanksi pidana.
Ayat 6
Masyarakat mempunyai peran penting dalam pengawasan dan pengendalian Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil melalui:
a. perencanaan pengelolaan dengan berdasarkan adat budaya dan praktik-praktik yang lazim atau yang telah ada di dalam masyarakat,
b. pelaksanaan pengelolaan dengan memunculkan kreativitas dan kemandirian dalam hal jumlah dan variasi pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil sehingga dapat meningkatkan aktivitas ekonomi di tempat-tempat yang sebelumnya belum dapat dimanfaatkan, sehingga wilayah kegiatan pengawasan dan pengendalian dapat diperluas.
c. penyelesaian konflik mengenai aturan-aturan baru yang sengaja dibuat oleh masyarakat karena kebutuhan sendiri ataupun aturan-aturan yang difasilitasi oleh pemerintah. Kawasan strategis nasional tertentu antara lain untuk kepentingan geopolitik, pertahanan dan keamanan, Kawasan rawan bencana besar, perubahan status Zona Inti pada Kawasan Konservasi laut nasional, Pulau-Pulau Kecil terluar, dan Kawasan habitat biota endemik. Penetapan HP-3 oleh Menteri di Kawasan Strategis Nasional Tertentu (KSNT), ijin pemanfaatan pulau-pulau kecil yang menimbulkan dampak besar terhadap lingkungan, perubahan status Zona inti pada kawasan konservasi perairan Nasional ditempuh dengan mekanisme:
Kegiatan struktur/fisik meliputi pembangunan sistem peringatan dini, pembangunan sarana prasarana, dan/atau pengelolaan lingkungan untuk mengurangi risiko bencana. Kegiatan nonstrukur/nonfisik meliputi penyusunan peraturan perundangundangan, penyusunan peta rawan bencana, penyusunan peta risiko bencana, penyusunan analisis mengenai dampak lingkungan (AMDAL), penyusunan tata ruang, penyusunan zonasi, pendidikan, penyuluhan, dan penyadaran masyarakat.
Yang dimaksud dengan tindakan tertentu antara lain:
1. memasang atau memperbaiki unit pengolahan limbah sehingga limbah sesuai dengan baku mutu   lingkungan hidup yang ditentukan;
2. memulihkan fungsi lingkungan wilayah pesisir;
3. menghilangkan atau memusnahkan penyebab timbulnya pencemaran dan atau perusakan lingkungan di wilayah pesisir.







DAFTAR PUSTAKA
Costanza, R. (Ed.) (1991) Ecological Economics: The Science and Management of
Sustainability, Columbia University Press, New York.
Dahuri R., Rais Y., Putra S.,G., Sitepu, M.J., 2001. Pengelolaan Sumber daya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita,
Jakarta.
Harbinson dan Myers,1965, Manpower and Education : Country Studies in Economic
Development
Kay, R. and Alder, J. (1999) Coastal Management and Planning, E & FN SPON, New
York
Moh. Manshur Hidayat & Surochiem As, Artikel Maritim : Pokok-Pokok Strategi
Pengembangan Masyarakat Pantai Dalam Mendorong Kemandirian Daerah,
Ridev Institute Surabaya
Rokhimin D,1999, Prosiding : Perencanaan Pengelolaan Sumberdaya Pesisir Terpadu
Berbasis Masyarakat. Kerjasama Direktorat Jenderal Pembengunan Daerah
dengan Coastal Recsources Management Project (CRMP/CRC-URI). Jakarta.
Rudy C Tarumingkeng,, (2001) Pengelolaan Wilayah Pesisir Yang Berkelanjutan,
http://www.hayati-ipb.com/users/rudyct/grp_paper01/kel1_012.htm,

TENTANG PENGELOLAAN WILAYAH PESISIR DAN PULAU-PULAU KECIL. KETENTUAN UMUM 0leh fatich ubaidillah

Dalam Undang–Undang ini yang dimaksud dengan:
1. Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah suatu proses perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil antarsektor, antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah, antara ekosistem darat dan laut, serta antara ilmu pengetahuan dan manajemen untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2. Wilayah Pesisir adalah daerah peralihan antara Ekosistem darat dan laut yang dipengaruhi oleh perubahan di darat dan laut.
3. Pulau Kecil adalah pulau dengan luas lebih kecil atau sama dengan 2.000 km2 (dua ribu kilometer persegi) beserta kesatuan Ekosistemnya.
4. Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah sumber daya hayati, sumber daya nonhayati; sumber daya buatan, dan jasa-jasa lingkungan; sumber daya hayati meliputi ikan, terumbu karang, padang lamun, mangrove dan biota laut lain; sumber daya nonhayati meliputi pasir, air laut, mineral dasar laut; sumber daya buatan meliputi infrastruktur laut yang terkait dengan kelautan dan perikanan, dan jasa-jasa lingkungan berupa keindahan alam, permukaan dasar laut tempat instalasi bawah air yang terkait dengan kelautan dan perikanan serta energi gelombang laut yang terdapat di Wilayah Pesisir.
5. Ekosistem adalah kesatuan komunitas tumbuhtumbuhan, hewan, organisme dan non organisme lain serta proses yang menghubungkannya dalam membentuk keseimbangan, stabilitas, dan produktivitas.
6. Bioekoregion adalah bentang alam yang berada di dalam satu hamparan kesatuan ekologis yang ditetapkan oleh batas-batas alam, seperti daerah aliran sungai, teluk, dan arus.
7. Perairan Pesisir adalah laut yang berbatasan dengan daratan meliputi perairan sejauh 12 (dua belas) mil laut diukur dari garis pantai, perairan yang menghubungkan pantai dan pulau-pulau, estuari, teluk, perairan dangkal, rawa payau, dan laguna.
8. Kawasan adalah bagian Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang memiliki fungsi tertentu yang ditetapkan berdasarkan kriteria karakteristik fisik, biologi, sosial, dan ekonomi untuk dipertahankan keberadaannya.
9. Kawasan Pemanfaatan Umum adalah bagian dari Wilayah Pesisir yang ditetapkan peruntukkannya bagi berbagai sektor kegiatan.
10. Kawasan Strategis Nasional Tertentu adalah Kawasan yang terkait dengan kedaulatan negara, pengendalian lingkungan hidup, dan/atau situs warisan dunia, yang pengembangannya diprioritaskan bagi kepentingan nasional.
11. Zona adalah ruang yang penggunaannya disepakati bersama antara berbagai pemangku kepentingan dan telah ditetapkan status hukumnya.
12. Zonasi adalah suatu bentuk rekayasa teknik pemanfaatan ruang melalui penetapan batas-batas fungsional sesuai dengan potensi sumber daya dan daya dukung serta proses-proses ekologis yang berlangsung sebagai satu kesatuan dalam Ekosistem pesisir.
13. Rencana Strategis adalah rencana yang memuat arah kebijakan lintas sektor untuk Kawasan perencanaan pembangunan melalui penetapan tujuan, sasaran dan strategi yang luas, serta target pelaksanaan dengan indikator yang tepat untuk memantau rencana tingkat nasional.
14. Rencana Zonasi adalah rencana yang menentukan arah penggunaan sumber daya tiap-tiap satuan perencanaan disertai dengan penetapan struktur dan pola ruang pada Kawasan perencanaan yang memuat kegiatan yang boleh dilakukan dan tidak boleh dilakukan serta kegiatan yang hanya dapat dilakukan setelah memperoleh izin.
15. Rencana Pengelolaan adalah rencana yang memuat susunan kerangka kebijakan, prosedur, dan tanggung jawab dalam rangka pengoordinasian pengambilan keputusan di antara berbagai lembaga/instansi pemerintah mengenai kesepakatan penggunaan sumber daya atau kegiatan pembangunan di zona yang ditetapkan.
16. Rencana Aksi Pengelolaan adalah tindak lanjut rencana pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang memuat tujuan, sasaran, anggaran, dan jadwal untuk satu atau beberapa tahun ke depan secara terkoordinasi untuk melaksanakan berbagai kegiatan yang diperlukan oleh instansi Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan pemangku kepentingan lainnya guna mencapai hasil pengelolaan sumber daya pesisir dan pulau-pulau kecil di setiap Kawasan perencanaan.
17. Rencana Zonasi Rinci adalah rencana detail dalam 1 (satu) Zona berdasarkan arahan pengelolaan di dalam Rencana Zonasi yang dapat disusun oleh Pemerintah Daerah dengan memperhatikan daya dukung lingkungan dan teknologi yang dapat diterapkan serta ketersediaan sarana yang pada gilirannya menunjukkan jenis dan jumlah surat izin yang dapat diterbitkan oleh Pemerintah Daerah.
18. Hak Pengusahaan Perairan Pesisir, selanjutnya disebut HP-3, adalah hak atas bagian-bagian tertentu dari perairan pesisir untuk usaha kelautan dan perikanan, serta usaha lain yang terkait dengan pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang mencakup atas permukaan laut dan kolom air sampai dengan permukaan dasar laut pada batas keluasan tertentu.
19. Konservasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah upaya perlindungan, pelestarian, dan pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta ekosistemnya untuk menjamin keberadaan, ketersediaan, dan kesinambungan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas nilai dan keanekaragamannya.
20. Kawasan Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah kawasan pesisir dan pulau-pulau kecil dengan ciri khas tertentu yang dilindungi untuk mewujudkan pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil secara berkelanjutan.
21. Sempadan Pantai adalah daratan sepanjang tepian yang lebarnya proporsional dengan bentuk dan kondisi fisik pantai, minimal 100 (seratus) meter dari titik pasang tertinggi ke arah darat.
22. Rehabilitasi Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah proses pemulihan dan perbaikan kondisi Ekosistem atau populasi yang telah rusak walaupun hasilnya berbeda dari kondisi semula.
23. Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan oleh Orang dalam rangka meningkatkan manfaat sumber daya lahan ditinjau dari sudut lingkungan dan sosial ekonomi dengan cara pengurugan, pengeringan lahan atau drainase.
24. Daya Dukung Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil adalah kemampuan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil untuk mendukung perikehidupan manusia dan makhluk hidup lain.
25. Mitigasi Bencana adalah upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik secara struktur atau fisik melalui pembangunan fisik alami dan/atau buatan maupun nonstruktur atau nonfisik melalui peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
26. Bencana Pesisir adalah kejadian karena peristiwa alam atau karena perbuatan Orang yang menimbulkan perubahan sifat fisik dan/atau hayati pesisir dan mengakibatkan korban jiwa, harta, dan/atau kerusakan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
27. Dampak Besar adalah terjadinya perubahan negative fungsi lingkungan dalam skala yang luas dan intensitas lama yang diakibatkan oleh suatu usaha dan/atau kegiatan di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
28. Pencemaran Pesisir adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi, dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan pesisir akibat adanya kegiatan Orang sehingga kualitas pesisir turun pesisir tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya.
29. Akreditasi adalah prosedur pengakuan suatu kegiatan yang secara konsisten telah memenuhi standar baku sistem Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang meliputi penilaian, penghargaan, dan insentif terhadap program-program pengelolaan yang dilakukan oleh masyarakat secara sukarela.
30. Pemangku Kepentingan Utama adalah para pengguna Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil yang mempunyai kepentingan langsung dalam mengoptimalkan pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, seperti nelayan tradisional, nelayan modern, pembudidaya ikan, pengusaha pariwisata, pengusaha perikanan, dan Masyarakat Pesisir.
31. Pemberdayaan Masyarakat adalah upaya pemberian fasilitas, dorongan atau bantuan kepada Masyarakat Pesisir agar mampu menentukan pilihan yang terbaik dalam memanfaatkan Sumber Daya Pesisir dan Pulau- Pulau Kecil secara lestari.
32. Masyarakat adalah masyarakat yang terdiri dari Masyarakat Adat dan Masyarakat Lokal yang bermukim di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.
33. Masyarakat Adat adalah kelompok Masyarakat Pesisir yang secara turun-temurun bermukim di wilayah geografis tertentu karena adanya ikatan pada asal-usul leluhur, adanya hubungan yang kuat dengan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil, serta adanya system nilai yang menentukan pranata ekonomi, politik, sosial, dan hukum.
34. Masyarakat Lokal adalah kelompok Masyarakat yang menjalankan tata kehidupan sehari-hari berdasarkan kebiasaan yang sudah diterima sebagai nilai-nilai yang berlaku umum tetapi tidak sepenuhnya bergantung pada Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil tertentu.
35. Masyarakat Tradisional adalah masyarakat perikanan tradisional yang masih diakui hak tradisionalnya dalam melakukan kegiatan penangkapan ikan atau kegiatan lainnya yang sah di daerah tertentu yang berada dalam perairan kepulauan sesuai dengan kaidah hukum laut internasional.
36. Kearifan Lokal adalah nilai-nilai luhur yang masih berlaku dalam tata kehidupan masyarakat.
37. Gugatan Perwakilan adalah gugatan yang berupa hak kelompok kecil Masyarakat untuk bertindak mewakili Masyarakat dalam jumlah besar dalam upaya mengajukan tuntutan berdasarkan kesamaan permasalahan, fakta hukum, dan tuntutan ganti kerugian.
38. Orang adalah orang perseorangan dan/atau badan hukum.
39. Dewan Perwakilan Rakyat, selanjutnya disebut DPR, adalah Dewan Perwakilan Rakyat sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
40. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
41. Pemerintah Daerah adalah gubernur, bupati, atau walikota, dan perangkat daerah sebagai unsur penyelenggara pemerintahan daerah.
42. Pemerintahan Daerah adalah penyelenggaraan urusan pemerintahan oleh Pemerintah Daerah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah, menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi seluasluasnya dalam sistem dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
43. Mitra Bahari adalah jejaring pemangku kepentingan di bidang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dalam penguatan kapasitas sumber daya manusia, lembaga, pendidikan, penyuluhan, pendampingan, pelatihan, penelitian terapan, dan pengembangan rekomendasi kebijakan.
ASAS DAN TUJUAN
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil
berasaskan:
a. keberlanjutan;
b. konsistensi;
c. keterpaduan;
d. kepastian hukum;
e. kemitraan;
f. pemerataan;
g. peran serta masyarakat;
h. keterbukaan;
i. desentralisasi;
j. akuntabilitas; dan
k. keadilan.
Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil dilaksanakan dengan tujuan:
 a. melindungi, mengonservasi, merehabilitasi, memanfaatkan, dan memperkaya Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil serta sistem ekologisnya secara berkelanjutan;
b. menciptakan keharmonisan dan sinergi antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil;
c. memperkuat peran serta masyarakat dan lembaga pemerintah serta mendorong inisiatif Masyarakat dalam pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil agar tercapai keadilan, keseimbangan, dan keberkelanjutan.
d. meningkatkan nilai sosial, ekonomi, dan budaya Masyarakat melalui peran serta Masyarakat dalam pemanfaatan Sumber Daya Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.